Jika ada berita tragedi yang menelan banyak korban, jujur saja dibanding kronologi saya lebih tertarik mencari tau karakter korban, utamanya pesan-pesan terakhirnya. Saya merasa selalu ada ibroh yang bisa didapat dari orang-orang yang menjemput ajal.
Seperti halnya kali ini, ibroh itu saya temukan dari diri korban pilot pesawat, Capt Afwan Rahimahullah, insya Allah.
Sejak kemarin beredar kisah-kisah kebaikan dan kesholehan pak Afwan dari kesaksian orang-orang terdekat. Saya fokus pada satu potongan postingan ini. Pesan pak Afwan pada seseorang bernama Agung Rahmadi. "Jangan lupa sholat subuh".
Nasihat lumrah sebenarnya. Tapi sungguh pak Afwan begitu memahami bahwa subuh adalah kekuatan ummat. Pangkal dari hari yang mestinya diseriusi oleh anak-anak muda jika ingin menggalang kekuatan agama.
Ngaku hijrah saja gak cukup, jika berkumandang assholatu khairumminannaum malah kau tarik selimut.
Sebab adakah yang lebih bisa membuat kita bugar dan berseri-seri selain memenangkan godaan syaitan dengan memulai hari mendahului matahari?
Calon mertua sebenarnya gak perlu repot menentukan syarat atau mereka-reka kadar kebaikan menantu idaman. Bawa martabak itu sudah gak jaman. Tapi carilah ia di masjid saat shubuh, apakah ada menyempil di antara saf-saf.
Apalagi jika ia bisa rutin menunaikan dua rakaat sebelum subuh. Gak perlu cari tau lagi berapa mahar ataupun uang panaiknya. Sebab langitpun bersaksi bahwa ia sudah kaya melebihi dunia dan seluruh isinya.
Kita gak perlu kuatir agama ini kekurangan jundi-jundi, selama saf-saf depan sholat subuh masih ramai oleh akhi-akhi. Namun musibah jika justru ramai oleh suara batuk aki-aki.
Jalan yang lengang di saat subuh dan ramainya saat jam kerja, hal kecil ini saja sebenarnya sudah bisa jadi tolak ukur tentang kecintaan manusia pada dunia dibanding urusan akhirat.
Saking pentingnya sholat subuh ini Rasulullah bahkan melarang bercakap-cakap setelah isya', yang dalam Fathul Bari dijelaskan bahwa ini dikhususkan pada percakapan yang gak ada manfaat ataupun kebaikan di dalamnya.
Semua ucapan Rasulullah niscaya related hingga kapanpun bahkan akhir zaman. Karena logikanya, keasyikan bercerita di malam hari ini bisa menyulitkan seseorang untuk bangun di sepertiga malam ataupun bangun shubuh.
Saya pernah mendengar sebuah kisah, seorang ulama yang entah saya lupa namanya, bertanya pada seorang jamaah wanita "Apa yang akan kamu lakukan jika rumahmu terbakar sementara anak-anakmu sedang tidur pulas sekali?"
Wanita itu menjawab "Saya akan membangunkan mereka sekuat tenaga, jika perlu saya seret sampai mereka bisa keluar dari rumah."
Ulama tersebut kemudian balas menimpali "Jika itu yang kamu akan lakukan untuk menyelamatkan anak-anakmu dari api dunia, maka lakukanlah hal yang sama pada saat membangunkan mereka untuk sholat subuh demi menyelamatkan mereka kelak dari api neraka"
Saya pribadi menyadari betul keutamaan sholat subuh ini. Meskipun gak bisa memungkiri kadang masih suka gak tegaan membangunkan anak. Hingga hari ini masih terus berupaya, semoga ke depannya menemukan metode yang lebih mumpuni tanpa melibatkan lebih banyak perasaan.
Saya sampai membuat quote khusus pada sampul bloknote bonus buku saya yang terbit beberapa tahun lalu, sebagai pengingat diri, yang berbunyi:
"Selalu merasa do'a-doa telat diijabah. Kau tanya mengapa. Padahal coba ingat-ingat, sholat subuhmu pukul berapa?"
Atas ibroh yang menginspirasi postingan ini, semoga pak Afwan diampuni dosa dan diberi tempat yang layak di sisi Allah Subhana wata'ala. Aamiin..